Scriptoria

My own views | Blog-nya Isi, isinya Kosong


Jack Reacher: Petunjuk Utama

Jaksa Rodin bersandar di dinding. Melihat arloji, berjalan kecil di sekitar Detektif Emerson dan orang yang diduga melakukan pembunuhan, James Barr. Emerson membeberkan beberapa foto bukti tempat kejadian perkara. Begitupun dengan foto korban yang dibunuhnya. Lima korban sekaligus! Senapan yang digunakan, pelor, koin 25 sen, dan tidak ada alasan untuk mengelak.

Ruang interogasi terasa dingin. Sedingin tatapan kosong Barr. Tangannya diborgol di hadapan foto bukti kasusnya. Tempat perkara yang ia kenal dengan baik, sungai, gedung parkir, dan stadion untuk pertandingan bisbol. Emerson pun menatapnya dingin, lalu menyodorkan kertas dan pena. “Buka rahasiamu dan mengakulah, James.” Pinta Emerson.

Barr diam seribu bahasa. Tangannya mengambil kertas lalu menuliskan sesuatu. Detektif Emerson mengharapkan sebuah petunjuk. Jaksa Rodin pun demikian.

Barr hanya sekejap menulis, lalu menyodorkan kertas itu kembali kepada Emerson.

“CARI JACK REACHER!”

“Siapa Jack Reacher?” Tanya Emerson. Barr mengalihkan pandangan ke Jaksa Rodin.

 

***

Di dalam ruangan kantornya, Detektif Emerson dan Jaksa Rodin sedang berdiskusi. Mencari informasi tentang Jack Reacher. Arsip-arsip bertebaran di atas meja. Satu dokumen dari kemiliteran memunculkan nama Jack Reacher.

“Jack Reacher. Terlahir dengan nama Jack, bukan John. Tak ada nama tengah, dia seperti hantu.” Emerson bergumam. “Tidak ada data apapun. Kartu kredit, ponsel, e-mail, dan P.O Box.”

“Bisa kau beri tahu siapa dia?” tanya Jaksa Rodin.

“Bisa kujelaskan siapa dia. Dia militer hebat. Lahir dan dibesarkan di pangkalan militer luar negeri. Ibunya seorang warganegara Perancis. Ayahnya juga seorang militer. Ia pernah ditugaskan di Irak, Afghanistan, Balkan, sebut saja begitu. Dia mendapat banyak penghargaan. Bintang Perak, Bintang Perunggu, Legiun of Merit, Medali Jasa Pertahanan Terunggul, mungkin? Dan Purple Heart.”

Emerson melanjutkan, “Dia juga seorang penyidik yang hebat. Juga seorang pengacau. Dia berhenti dan keluar dari militer. Dia memasuki Amerika Serikat, dan menghilang…”

“Mungkin dia mati?”

“Tidak. Tidak sesuai dengan jaminan sosialnya. Uniknya, itu masih aktif, termasuk transfer uang antarnegara. Aku tidak bisa mencarinya tanpa surat dari federal.”

“Ayolah, apa orang ini sulit ditemukan?” desak Jaksa Rodin.

“Catatannya bersih.”

“Lalu, bagaimana kita menemukan Reacher?”

“Tentu kau takkan menemukannya, kecuali dia ingin ditemukan.”

Detektif Emerson dan Jaksa Rodin berada di ambang kebuntuan. Sungguh sulit menemukan Jack Reacher. Setidaknya teramat sulit bagi warga Amerika Serikat yang tergolong taat dalam urusan administrasi negara. Jack Reacher adalah pengecualian. Satu kendala yang teramat sangat memusingkan keduanya.

Mereka berdua hening. Tanpa sepatah kata keluar. Jari Emerson sibuk memainkan pena. Jaksa Rodin membolak-balik dokumen. Hening mereka seakan pecah mendengar ketukan pintu ruangan dari luar. Seorang sekretaris kantor kejaksaan masuk dan memberitahu.

“Permisi, Pak. Ada seseorang bernama Jack Reacher ingin bertemu dengan anda.”

Seakan tertimpa durian runtuh, namun masih diberi umur yang panjang. Mereka berdua terkejut sekaligus heran. Sesuatu yang mustahil bicarakan, beberapa menit kemudian menjadi kenyataan.

Laki-laki bernama Jack Reacher masuk ke dalam ruangan. Dengan perawakan tegap dan mengenakan jaket kulit berwarna cokelat. Dia seolah tahu sesuatu dan menjadi jawaban atas kasus yang ditangani Detektif Emerson dan Jaksa Rodin.

“James Barr.” Ucapan itu keluar pertama kalinya dari seorang Jack Reacher.

 

***

 

Detektif Emerson dan Jaksa Rodin mengantarkan Reacher menemui James Bar. Bukan ke ruangan sel, melainkan ke ICU. Wajahnya lebam, bengkak, dan ditopang penyangga pada bagian leher. Ada apa dengan Barr? Kemarin ia baik-baik saja saat diinterogasi, kenapa saat ini ia malah dalam keadaan kritis? Apakah interogasi berlangsung terlalu alot? Hanya Detektif dan Jaksa yang tahu. Reacher pun hanya berbekal berbagai macam kemungkinan.

“Kenapa dia tidak dalam pengawasan?” tanya Reacher.

“Itu sebuah kekeliruan. Seperti ada orang yang melemparkannya ke kandang serigala.” Jawab Emerson.

“Lalu bagaimana dia sekarang?”

“Dia koma. Dia akan ditanya saat sadar. Itupun jika dia bangun.” Jaksa Rodin menimpali. “Sekarang giliranmu, kenapa dia menyatakan kau adalah saksi?”

“Aku tak percaya ini.” Jawab Reacher.

“Aku justru percaya, sebab dia meminta namamu.”

“Bisa kulihat buktinya?” pinta Reacher.

“Tidak sampai kau jawab pertanyaanku.” Ucap Jaksa Rodin.

“Baiklah. Sampai jumpa.” Reacher lalu bergegas keluar dari ruangan. Dia seperti sia-sia bertemu dengan Barr yang kini dalam keadaan koma. Apa yang mesti ia lakukan sekarang selain pergi. Terlebih ini bukan urusannya.

“Tunggu tuan Reacher. Ceritakan yang kau tahu.”

“Kau bilang dia menembak lima orang. Dan kini dia dalam keadaan koma. Yang aku tahu, ada terminal bis 3 mil dari sini yang bisa kutempuh dalam 24 menit.” Ucap Reacher.

“Jadi kau akan meninggalkan temanmu?” tanya Jaksa Rodin.

“Dia bukan temanku.”

“Kalau kau bukan temannya, kenapa dia memintamu?” desak Jaksa Rodin lagi.

“Alasanku sama. Dia menembak lima orang, kini dia koma. Dia gila.”

Jaksa Rodin dan Emerson berusaha mencegah Reacher pergi. Sebab Reacher pasti mengetahaui sesuatu tentang Barr. Sementara Reacher tidak punya hal yang harus ia kerjakan saat ini. Namun, benar kata Jaksa Rodin. Kenapa Barr meminta dirinya, sedangkan Barr dalam keadaan koma. Argumen apa yang mesti diungkapkan Reacher di sini? Sungguh membingunkan.

 

Saat Reacher hendak pergi, ia terus ditahan oleh Emerson dan Rodin. Lalu kemudian datang seorang perempuan mengenakan pakaian rapi seperti wanita karir. Mereka berempat saling bersinggungan.

“Kalian tidak boleh bicara dengan klienku tanpa diriku.” Tegur wanita itu.

“Aku tidak bicara dengan kilenmu. Dia dalam kondisi koma.” Sergah Jaksa Rodin.

“Kau pengacaranya Barr?” tanya Reacher pada perempuan itu

“Helen Rodin, ini Jack Reacher. Jack Reacher ini Helen Rodin.” Emerson memperkenalkan keduanya.

“Kau Jack Reacher?” tanya Helen dengan wajah kaget.

“Helen Rodin?”

“Ya, dia putri Jaksa, tuan Rodin” kata Emerson.

Mereka berempat seakan dihadapkan dengan situasi baru. Entah apa yang akan terjadi nanti. Urusan Barr kian panjang dan siapa yang bakal menemukan titik terang?

Detektif Emerson dan Jaksa Rodin tentu bakal menemukan sesuatu yang penuh tanda tanya. James Barr meminta Jack Reacher. Dan kini Reacher sudah berada di depan mata. Apa yang diinginkan Barr? Tentu ada sesuatu tentang keduanya, entah hubungan secara personal atau yang lain. Hal itu tentu bisa menguak tabir baru yang mesti diselidiki oleh Detektif Emerson dan Jaksa Rodin. Namun, Barr saat ini dalam keadaan koma.

Pengacara Helen Rodin pun serupa. Dia membela Barr agar dia diadili seadil-adilnya, dan menghindarinya dari hukuman mati. Mengapa Helen mau membela seseorang yang telah menembak lima orang? Alasan yang paling umum, dia seorang pengacara. Adalah tugasnya membela klien seadil-adilnya. Helen yakin, bahwa status Barr masih dalam terduga, kendati media sudah memberitakan dan memampang wajah Barr di muka umum dan membuat seolah dia adalah tersangka.

Informasi tentang Barr yang meminta nama Jack Reacher tentu menjadi petunjuk paling penting bagi pengacara Helen. Apalagi Reacher kini sudah ada di depan mata. Seseorang yang begitu sulit ditemukan, kini menjadi kartu AS yang siap dibuka. Helen bisa menggali petunjuk dari seorang Reacher, mencari info lebih jauh tentang Barr. Namun, Barr kini dalam keadaan koma.

Sementara Jack Reacher, antara peduli tidak peduli, dia juga dihadapakan dengan sesuatu di luar dugaannya. Masa-masa pensiunnya dari militer apakah akan ia habiskan dengan mengurus kasus yang bisa ia ambil atau tidak. Kalaupun dia pergi, ia bakal dikejar dan didesak oleh Emerson, Rodin, dan Helen. Reacher begitu penting bagi mereka bertiga. Apakah yang mereka dapatkan dari seorang Reacher untuk kasus Barr? Apakah Reacher tidak cukup gatal untuk menggaruk rasa penasarannya? Namun, sekali lagi, James Barr kini dalam kondisi koma.

 

Bersambung…

 



Leave a comment